Pusat pertumbuhan (growth
pole) adalah suatu wilayah atau kawasan
yang pertumbuhan pembangunannya sangat
pesat jika dibandingkan
dengan wilayah lainnya sehingga dapat
dijadikan sebagai pusat pembangunan
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan
wilayah lain di sekitarnya. Jika Anda
amati berbagai wilayah di dunia,
Pertumbuhan pembangunan
yang dimaksud dalam uraian ini adalah
tingkat pertumbuhan dan perkembangan
fisik wilayah maupun sosial
budaya yang ditunjukkan oleh kemajuan,
penambahan, atau peningkatan
sarana dan prasarana di berbagai bidang
kehidupan. Misalnya, pendidikan,
kesehatan, perekonomian, kependudukan,
maupun infrastruktur lainnya
dari
suatu waktu ke waktu berikutnya.
Wilayah yang mengalami
pertumbuhan tidaklah merata terjadi di
seluruh bagian penjuru dunia tetapi
hanya terjadi pada wilayah-wilayah
tertentu. Hal ini terjadi karena
pengaruh keadaan sumber daya alam,
sumber daya manusia, jaringan
transportasi dan komunikasi, serta
keadaan dan letak wilayah yang berbeda.
Pertumbuhan ataupun
perkembangan suatu wilayah dapat diidentifikasi
melalui pusat-pusat zpertumbuhan. Untuk
mengidentifikasi
pusat-pusat pertumbuhan dapat dilakukan
dengan Identifikasi Potensi
Wilayah, Teori Tempat Sentral (Central
Place Theory) dan Teori Kutub
Pertumbuhan (Growth Poles Theory).
1. Pusat Pertumbuhan Berdasarkan Potensi
Wilayah
Setiap wilayah memiliki
potensi yang berbeda-beda. Potensi suatu
wilayah dapat dilihat dari berbagai
aspek, baik aspek fisik maupun sosial
budaya yang terdapat di wilayah
tersebut.
Dalam mengidentifikasi
potensi suatu wilayah agar menjadi pusat
pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara
menginventarisir potensi
utama yang ada di daerah tersebut.
Misalnya, Pulau Bali merupakan suatu
wilayah yang memiliki potensi utama
wisata alam dan sosial budaya. Pulau
Bali dapat berkembang menjadi pusat
pertumbuhan dengan cara memacu
perkembangan sektor lainnya, terutama
industri cinderamata, perdagangan,
transportasi, perhotelan, dan usaha jasa
lainnya. Pada akhirnya diharapkan
dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangan wilayah-wilayah di sekitarnya
terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara
Barat dan Nusa Tenggara
Timur
yang pada awalnya relatif kurang berkembang.
2. Pusat Pertumbuhan Berdasarkan Teori
TempatSentral (Central Place Theory)
Teori tempat yang
sentral (Central Place Theory) dikemukakan oleh seorang
ahli geografi Jerman bernama Walter
Christaller. Dalam bukunya Die Zentralen
Orte In Suddeutschland (1933),
Christaller bermaksud menemukan berbagai
dalil atau kecenderungan yang menentukan
jumlah, besar, dan penyebaran
kota dalam lingkungan. Teori tempat yang
sentral merupakan pengembangan
teori perkembangan kota yang sebelumnya
telah ada, yaitu teori letak industri
dari Alfred Webber (1909) dan
lokasi pertanian dari von Thunenn (1826). Teori
yang dikemukakan oleh Christaller ini
bertitik tolak dari letak perdagangan dan
pelayanan dalam sebuah kota.
Menurut Chistaller,
kota sentral merupakan pusat bagi daerah
sekitarnya yang menjadi penghubung
perdagangan dengan wilayah lain.
Selanjutnya, Christaller menyebutkannya
sebagai tempat sentral karena
tempat yang sentral tersebut tidaklah
semata-mata hanya bergantung
kepada aspek permukiman penduduk. Tempat
yang ditunjukkan tersebut
dapat lebih besar atau mungkin lebih
kecil daripada sebuah kota. Apabila
sebuah tempat mempunyai berbagai fungsi
sentral untuk daerah-daerah
di sekitarnya yang kurang begitu
penting, daerah tersebut dinamakan
tempat sentral tingkat tinggi. Adapun
sebuah tempat yang hanya merupakan
pusat bagi kegiatan setempat dinamakan
tempat sentral rendah
atau
tingkat paling rendah.
Perkembangan
tempat-tempat sentral bergantung pada konsumsi
barang yang terjadi di tempat sentral
tersebut. Besar kecilnya konsumsi
barang di tempat sentral tersebut
dipengaruhi oleh distribusi, kepadatan
dan struktur penduduk, permintaan dan
penawaran, dan harga barang,
karakter fisik daerah, serta
pengangkutan.
Konsumsi barang di
tempat sentral akan berkurang apabila perkembangan
pusat-pusat sentral tersebut tidak
berkembang. Di daerahdaerah
pertanian yang terpencar, pertumbuhan
tempat sentral tingkat
tinggi akan jauh lebih berkembang
daripada tempat sentral tempat
rendah. Selain itu, apabila jumlah
penduduk di tempat sentral tersebut
lebih padat dan diikuti oleh pendapatan
yang lebih merata, akan berakibat
pada
konsumsi barang di tempat sentral yang lebih tinggi.
Permintaan, penawaran,
dan harga suatu barang memegang peranan
dalam pola konsumsi barang. Semakin luas
daerah pelengkap dan semakin
tinggi jumlah kepadatan penduduknya,
semakin kuatlah tempat-tempat
sentral tersebut. Semakin baik sarana
angkutan, semakin kuat kedudukan
sebuah
tempat sentral.
Dalam memahami
distribusi barang di tempat sentral, terdapat perbedaan
jarak keterjangkauan barang yang
dibedakan ke dalam batas atas
dan batas bawah. Batas atas adalah jarak
terjauh yang harus ditempuh
penduduk untuk membeli barang di tempat
sentral tertentu. Batas bawah
atau nilai minimum adalah jarak sebuah
daerah yang dihuni sejumlah
minimum orang agar barang tersebut
memberikan keuntungan.
Dalam memahami
tempat-tempat sentral, haruslah terlebih dahulu melihat
jangkauan barang-barang sentral
tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa sistem
tempat sentral tersebut dikuasai oleh
asas pasar. Dalam arti, semua daerah harus
dilengkapi dengan barang-barang yang
diperlukan dan lokasi tempattempat
sentral
harus sesedikit mungkin.
Menurut asas
pengangkutan, penyebaran tempat-tempat sentral
paling menguntungkan apabila terdapat
tempat penting terletak pada
jalan yang menghubungkan dua kota. Jalan
penghubung dua kota ini
hendaknya berjarak pendek dan lurus.
Penentuan tempat
sentral dapat pula ditentukan dengan menggunakan
asas pemerintahan yang sangat berbeda
dengan asas pasar dan
asas pengangkutan. Asas pemerintahan
lebih memiliki sifat sosiopolitik
dibandingkan dengan ekonomi.
Asas pemerintahan lebih
ditekankan pada penyatuan dan perlindungan
kelompok masyarakat yang terpisah dari
ancaman musuh. Oleh
karena itu, sebuah tempat sentral ideal
menurut asas pemerintahan adalah
kota besar yang berada di tengah-tengah
kota dan dikelilingi oleh kotakota
satelit dan tak berpenghuni di
pinggirnya.
Ketiga asas yang telah
dikemukakan, masing-masing menentukan
sistem tempat-tempat sentral dengan cara
yang berbeda-beda. Asas pasar
dan pengangkutan dipengaruhi oleh motif ekonomi,
sedangkan asas
pemerintahan dipengaruhi oleh kekuasaan
negara.
Lebih lanjut
Christaller juga mempelajari pengaruh berbagai perubahan
yang terjadi dalam faktor-faktor penting
seperti yang telah dijelaskan.
Misalnya, bertambahnya penduduk dapat
berakibat terbentuk nya tempattempat
sentral baru atau yang lebih besar.
Berkurangnya penduduk, dapat
berakibat pada kemunduran atau
berkurangnya fungsi kota. Perubahan
dalam pendapatan karena perubahan harga
dan penawaran barang-barang
pusat juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan pusat-pusat sentral. Selain
itu, alat transportasi juga memberi
kedudukan yang menguntungkan pada
tempat-tempat sentral karena dapat
mendistribusi kan barang ke luar dari
tempat sentral. Christaller akhirnya
menyimpulkan ketiga asas tersebut
sebagai sebuah teori.
Asas pengangkutan akan
berpengaruh apabila jumlah permintaan
terhadap barang sentral jumlahnya banyak
dan prasarana transportasi
(jalan) besar. Artinya, lingkungan alam
memegang peranan akan pembentukan
jaringan hubungan lalu lintas.
Asas pemerintahan akan
berpengaruh jika aspek-aspek non-ekonomi
lebih kuat dibandingkan dengan aspek
yang lainnya. Jaringan setiap kota
sedang dibentuk dengan dukungan alam
yang menguntungkan. Setiap
penyimpangan dari hal tersebut
disebabkan perbedaan kekayaan dan
jumlah penduduk di setiap daerah, faktor
topografi, pengaruh sejarah
dan militer, serta mental penduduk.
3. Teori Sektor
Teori penting sebagai
pelengkap teori tempat sentral adalah teori
August Losch.
Dalam bukunya yang berjudul The Economics of Location
(1954), Losch menaruh perhatian pada
daerah-daerah ekonomi. Losch
bertolak dari kesamaan topografi sebuah
tempat yang berada di dataran
sama seperti apa yang dasar pengembangan
teori Christaller dan mempelajari
faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya
daerah-daerah
ekonomi tersebut. Dalam hal ini, yang
paling utama adalah munculnya
grafik permintaan. Grafik ini
menunjukkan adanya jumlah permintaan
yang tinggi, sedangkan di wilayah
pinggir permintaannya sedikit. Hal ini
disebabkan oleh kenaikan harga akibat
naiknya biaya pengangkutan.
Pusat Pertumbuhan
Berdasarkan Teori Kutub Pertumbuhan
(Growth Poles Theory)
Teori kutub pertumbuhan atau sering pula
disebut teori pusat pertumbuhan
kali pertama diperkenalkan oleh Perroux
pada 1955. teori ini
menyatakan bahwa pembangunan sebuah kota
atau wilayah merupakan
hasil proses dan tidak terjadi secara
serentak, melainkan muncul di
tempat-tempat tertentu dengan kecepatan
dan intensitas yang berbeda.
Tempat atau lokasi yang menjadi pusat
pembangunan atau pengembangan
dinamakan kutub pertumbuhan.
Kota pada umumnya
merupakan pusat pertumbuhan yang terus
mengalami perkembangan mulai dari pusat
pertumbuhan, lalu menjalar
dan mempengaruhi daerah sekitarnya atau
ke pusat pertumbuhan yang
lebih rendah ke arah perkembangan yang
lebih besar dan kompleks.
Dalam pelaksanaan pembangunan di
Indonesia, pemerintah melalui
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas) membagi beberapa
kota besar di Indonesia yang memiliki
letak sentral sebagai pusat
pertumbuhan yang terdiri atas empat
wilayah, yaitu Medan, Jakarta,
Surabaya, dan Makassar (Ujungpandang).
Dari empat wilayah utama
tersebut kemudian dibagi lagi menjadi
wilayah-wilayah pembangunan
dengan
pusat-pusat kota yang terdekat.
Adapun tujuan utama
dari pembagian wilayah pembangunan di
Indonesia antara lain sebagai berikut.
a. Pemerataan pembangunan dan
menghindari pemusatan pembangunan
yang berlebihan pada suatu wilayah
tertentu.
b. Keserasian dan keseimbangan
pembangunan antarwilayah, serta
memudahkan koordinasi dan administrasi
sektoral di berbagai
bidang di setiap wilayah.
c. Memudahkan prioritas pembangunan
wilayah.
d. Menciptakan lapangan kerja di
berbagai wilayah.
Terima Kasih
BalasHapusSama sama
BalasHapusSama sama
BalasHapus