Pembangunan nasional
yang sedang gencar dilaksanakan dewasa ini
di satu sisi menghasilkan kemajuan
sarana dan prasarana fisik, tetapi di
lain pihak menghasilkan kepincangan
sosial dan ekonomi antara wilayah
perkotaan dan pedesaan.
Distribusi tempat
tinggal yang ada di Indonesia dewasa ini dirasakan
dan sekitar 30% bertempat tinggal di
perkotaan yang menyerap hampir
sebagian besar fasilitas dan modal
ekonomi nasional. Hal ini dilandasi
setidaknya oleh tiga alasan, yaitu:
a. secara ekonomi wilayah perkotaan
berkembang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan daerah pedesaan;
b. tingkat perkembangan ekonomi antara
desa dan kota tidak seimbang;
c. kemiskinan dan keterbelakangan terus
merajalela di wilayah pedesaan.
Tiga hal tersebut mengakibatkan
perkembangan yang tidak seimbang
antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
Bahkan, wilayah perkotaan cenderung
mengeksploitasi wilayah pedesaan yang
sudah miskin. Oleh karena itu,
kemiskinan
dan keterbelakangan merupakan masalah pokok di pedesaan.
Ada beberapa kriteria
untuk menyebutkan sebuah desa
termasuk desa miskin atau bukan.
Kriteria tersebut yaitu sebagai berikut:
a. apabila tingkat pendapatan tidak
mencukupi untuk biaya hidupnya;
b. dengan patokan garis kemiskinan
absolut. Penduduk dianggap
hidup miskin mutlak apabila penduduk
tidak dapat mencukupi
kebutuhan minimalnya untuk hidup layak;
c. kebutuhan minimal untuk hidup layak,
yaitu tercukupinya kebutuhan
hidup pokok standar, seperti kebutuhan
pangan bergizi, sandang,
papan, pendidikan dan kesehatan.
Badan Pusat Statistik pada
1990, telah menentukan variabel pengukuran
yang bisa digunakan untuk menentukan
kriteria sebuah desa apakah termasuk
ke dalam desa miskin atau bukan yang
digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar
dan dirinci ke dalam 27 variabel, yaitu sebagai berikut.
a. Potensi Desa
Potensi desa terdiri atas:
1) tipe LKMD;
2) jalan utama desa;
3) sebagian besar penduduk bergantung
pada potensi sektor;
4) rata-rata tanah pertanian yang
diusahakan per rumah tangga tani
untuk pertanian;
5) jarak dari kelurahan ke ibu kota
kecamatan;
6) fasilitas pendidikan;
7) fasilitas kesehatan;
8) tenaga kesehatan tinggal di desa;
9) sarana komunikasi;
10) pasar.
b. Perumahan dan Lingkungan
Indikatornya berupa:
1) kepadatan penduduk;
2) sumber air minum;
3) wabah penyakit selama satu tahun
terakhir;
4) bahan bakar;
5) pembuangan sampah;
6) jamban;
7) penerangan;
8) rasio banyaknya tempat ibadah per
1000 penduduk.
c. Kepadatan Penduduk
Indikatornya berupa:
1) tingkat kelahiran kasar per 1000
penduduk;
2) tingkat kematian kasar per 1000
penduduk;
3) enrollment ratio penduduk;
4) rata-rata banyaknya ternak per rumah
tangga;
5) persentase rumah tangga memiliki
televisi;
6) persentase rumah tangga menggunakan
telepon;
7) sosial budaya penduduk.
d. Tambahan Variabel untuk Daerah
Pedesaan
1) persentase rumah tangga pertanian;
2) angkutan penduduk.
Kondisi kehidupan penduduk pedesaan yang
miskin menciptakan
kemiskinan struktural dalam kondisi
kehidupan masyarakatnya sendiri.
Kemiskinan struktural,
yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat tertentu karena struktur
masyarakat tersebut (struktur
sosial) tidak dapat ikut menggunakan
sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka.
Contohnya, petani pemilik tanah dan
petani yang tak memiliki tanah (petani
pemilik dan buruh tani), petani
pemiik lahan luas dan petani pemilik
lahan sempit, dan buruh yang tidak
memiliki keterampilan (unskilled
laborers) dan buruh terlatih.
Timbulnya kemiskinan struktural di desa
bukannya tanpa sebab.
Berbagai hal dapat
diidentifikasi sebagai faktor penyebab terjadinya
kemiskinan
struktural di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Pengetahuan dan teknologi yang masih
rendah.
b. Distribusi dan struktur kependudukan
tidak seimbang.
c. Kebudayaan yang melangsungkan kemiskinan,
yaitu sistem bagi
waris untuk lahan pertanian,
upacara-upacara dalam kehidupan,
dan rendahnya pendidikan.
d. Proses ekonomi negara. Perkembangan
ekonomi lebih menguntungkan
di daerah perkotaan.
Untuk mengatasi hal-hal
tersebut, dewasa ini pembangunan pedesaan
tengah digalakan dan tenyata mendapatkan
perhatian karena:
a. sebagian besar penduduk Indonesia
tinggal di pedesaan;
b. pola hidup penduduknya masih bersifat
tradisional yang belum
berkembang sehingga memerlukan usaha
keras dalam penentuan
program dan teknik pembangunannya;
c. desa memiliki potensi yang sangat
besar sebagai sumber tenaga kerja,
sumber bahan mentah, dan sumber bahan
makanan.
Pembangunan pedesaan
terdiri atas tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:
a. masalah kemiskinan;
b. timbulnya pengangguran;
c. distibusi pendapatan yang tidak
seimbang.
Selama ini pembangunan
pedesaan sudah banyak dilakukan oleh
pemerintah melalui berbagai bantuan,
seperti program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) yang berfokus pada
pemberian subsidi bagi pengembangan
desa miskin. Pembangunan pedesaan
ditujukan untuk mengembangkan
berbagai potensi yang dimiliki desa baik
potensi fisik maupun potensi
sosial budaya.
Perkembangan sebuah
desa tidak hanya dipengaruhi potensi yang
dimiliki oleh desanya sendiri baik potensi
sosial maupun potensi alam.
Akan tetapi, terdapat faktor ekstern
yang ikut menentukan, di antaranya
lokasi dan aksesibilitas dari desa ke
tempat lain.
Kemajuan dunia
transportasi memberi kemudahan untuk men capai
wilayah-wilayah terisolasi sehingga sedikit
demi sedikit keterisolasian
sebuah desa akan berkurang. Lokasi
sebuah desapun akan menentukan
kecepatan perkembangannya. Desa yang
berlokasi di dekat kota atau
pusat pertumbuhan lainnya cenderung akan
berkembang lebih cepat
dibandingkan
dengan desa yang terletak di pinggiran kota.
Dalam istilah tata
ruang perkotaan, daerah yang mendapat pengaruh
dari tata kehidupan kota disebut urban
areas. Daerah ini disebut juga
sebagai sub urban fringe, yaitu
suatu wilayah yang melingkari wilayah
urban sebagai wilayah
peralihan antara wilayah rural dan wilayah kota.
Daerah ini ditandai oleh berbagai
karakteristik fisik dan sosial yang
khusus, seperti peningkatan harga tanah
yang drastis, perubahan fisik
penggunaan tanah, perubahan komposisi
penduduk dan tenaga kerja,
dan berbagai aspek lainnya.
Akibat letaknya yang
berdekatan dengan pusat kegiatan ekonomi,
petani yang tinggal di urban areas keadaan
ekonominya lebih maju
dibandingkan dengan keadaan petani
lainnya. Penduduknya memiliki
berbagai kesempatan untuk mendapatkan
penghasilan tambahan selain
dari hasil bertani, misalnya dengan
berdagang.
Wilayah-wilayah desa di
pinggiran kota pada umumnya berfungsi
sebagai hinterland atau daerah
penyangga bagi daerah utamanya, yaitu
kota. Daerah penyangga berfungsi sebagai
pensuplai kebutuhan pokok
seperti
bahan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar