Rabu, 07 Agustus 2013

Pembangunan Pedesaan di Indonesia


Pembangunan nasional yang sedang gencar dilaksanakan dewasa ini
di satu sisi menghasilkan kemajuan sarana dan prasarana fisik, tetapi di
lain pihak menghasilkan kepincangan sosial dan ekonomi antara wilayah
perkotaan dan pedesaan.
Distribusi tempat tinggal yang ada di Indonesia dewasa ini dirasakan
tidak berimbang, sekitar 70% penduduk bertempat tinggal di pedesaan
dan sekitar 30% bertempat tinggal di perkotaan yang menyerap hampir
sebagian besar fasilitas dan modal ekonomi nasional. Hal ini dilandasi
setidaknya oleh tiga alasan, yaitu:
a. secara ekonomi wilayah perkotaan berkembang jauh lebih cepat
dibandingkan dengan daerah pedesaan;
b. tingkat perkembangan ekonomi antara desa dan kota tidak seimbang;
c. kemiskinan dan keterbelakangan terus merajalela di wilayah pedesaan.
Tiga hal tersebut mengakibatkan perkembangan yang tidak seimbang
antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Bahkan, wilayah perkotaan cenderung
mengeksploitasi wilayah pedesaan yang sudah miskin. Oleh karena itu,
kemiskinan dan keterbelakangan merupakan masalah pokok di pedesaan.

Ada beberapa kriteria untuk menyebutkan sebuah desa
termasuk desa miskin atau bukan. Kriteria tersebut yaitu sebagai berikut:
a. apabila tingkat pendapatan tidak mencukupi untuk biaya hidupnya;
b. dengan patokan garis kemiskinan absolut. Penduduk dianggap
hidup miskin mutlak apabila penduduk tidak dapat mencukupi
kebutuhan minimalnya untuk hidup layak;
c. kebutuhan minimal untuk hidup layak, yaitu tercukupinya kebutuhan
hidup pokok standar, seperti kebutuhan pangan bergizi, sandang,
papan, pendidikan dan kesehatan.

Badan Pusat Statistik pada 1990, telah menentukan variabel pengukuran
yang bisa digunakan untuk menentukan kriteria sebuah desa apakah termasuk
ke dalam desa miskin atau bukan yang digolongkan ke dalam tiga kelompok
besar dan dirinci ke dalam 27 variabel, yaitu sebagai berikut.
a. Potensi Desa
Potensi desa terdiri atas:
1) tipe LKMD;
2) jalan utama desa;
3) sebagian besar penduduk bergantung pada potensi sektor;
4) rata-rata tanah pertanian yang diusahakan per rumah tangga tani
untuk pertanian;
5) jarak dari kelurahan ke ibu kota kecamatan;
6) fasilitas pendidikan;
7) fasilitas kesehatan;
8) tenaga kesehatan tinggal di desa;
9) sarana komunikasi;
10) pasar.

b. Perumahan dan Lingkungan
Indikatornya berupa:
1) kepadatan penduduk;
2) sumber air minum;
3) wabah penyakit selama satu tahun terakhir;
4) bahan bakar;
5) pembuangan sampah;
6) jamban;
7) penerangan;
8) rasio banyaknya tempat ibadah per 1000 penduduk.

c. Kepadatan Penduduk
Indikatornya berupa:
1) tingkat kelahiran kasar per 1000 penduduk;
2) tingkat kematian kasar per 1000 penduduk;
3) enrollment ratio penduduk;
4) rata-rata banyaknya ternak per rumah tangga;
5) persentase rumah tangga memiliki televisi;
6) persentase rumah tangga menggunakan telepon;
7) sosial budaya penduduk.

d. Tambahan Variabel untuk Daerah Pedesaan
1) persentase rumah tangga pertanian;
2) angkutan penduduk.
Kondisi kehidupan penduduk pedesaan yang miskin menciptakan
kemiskinan struktural dalam kondisi kehidupan masyarakatnya sendiri.
Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan
masyarakat tertentu karena struktur masyarakat tersebut (struktur
sosial) tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Contohnya, petani pemilik tanah dan
petani yang tak memiliki tanah (petani pemilik dan buruh tani), petani
pemiik lahan luas dan petani pemilik lahan sempit, dan buruh yang tidak
memiliki keterampilan (unskilled laborers) dan buruh terlatih.
Timbulnya kemiskinan struktural di desa bukannya tanpa sebab.

Berbagai hal dapat diidentifikasi sebagai faktor penyebab terjadinya
kemiskinan struktural di Indonesia, yaitu sebagai berikut.
a. Pengetahuan dan teknologi yang masih rendah.
b. Distribusi dan struktur kependudukan tidak seimbang.
c. Kebudayaan yang melangsungkan kemiskinan, yaitu sistem bagi
waris untuk lahan pertanian, upacara-upacara dalam kehidupan,
dan rendahnya pendidikan.
d. Proses ekonomi negara. Perkembangan ekonomi lebih menguntungkan
di daerah perkotaan.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, dewasa ini pembangunan pedesaan
tengah digalakan dan tenyata mendapatkan perhatian karena:
a. sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di pedesaan;
b. pola hidup penduduknya masih bersifat tradisional yang belum
berkembang sehingga memerlukan usaha keras dalam penentuan
program dan teknik pembangunannya;
c. desa memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber tenaga kerja,
sumber bahan mentah, dan sumber bahan makanan.

Pembangunan pedesaan terdiri atas tiga dimensi, yaitu sebagai berikut:
a. masalah kemiskinan;
b. timbulnya pengangguran;
c. distibusi pendapatan yang tidak seimbang.
Selama ini pembangunan pedesaan sudah banyak dilakukan oleh
pemerintah melalui berbagai bantuan, seperti program Inpres Desa Tertinggal
(IDT) yang berfokus pada pemberian subsidi bagi pengembangan
desa miskin. Pembangunan pedesaan ditujukan untuk mengembangkan
berbagai potensi yang dimiliki desa baik potensi fisik maupun potensi
sosial budaya.
Perkembangan sebuah desa tidak hanya dipengaruhi potensi yang
dimiliki oleh desanya sendiri baik potensi sosial maupun potensi alam.
Akan tetapi, terdapat faktor ekstern yang ikut menentukan, di antaranya
lokasi dan aksesibilitas dari desa ke tempat lain.
Kemajuan dunia transportasi memberi kemudahan untuk men capai
wilayah-wilayah terisolasi sehingga sedikit demi sedikit keterisolasian
sebuah desa akan berkurang. Lokasi sebuah desapun akan menentukan
kecepatan perkembangannya. Desa yang berlokasi di dekat kota atau
pusat pertumbuhan lainnya cenderung akan berkembang lebih cepat
dibandingkan dengan desa yang terletak di pinggiran kota.
Dalam istilah tata ruang perkotaan, daerah yang mendapat pengaruh
dari tata kehidupan kota disebut urban areas. Daerah ini disebut juga
sebagai sub urban fringe, yaitu suatu wilayah yang melingkari wilayah
urban sebagai wilayah peralihan antara wilayah rural dan wilayah kota.
Daerah ini ditandai oleh berbagai karakteristik fisik dan sosial yang
khusus, seperti peningkatan harga tanah yang drastis, perubahan fisik
penggunaan tanah, perubahan komposisi penduduk dan tenaga kerja,
dan berbagai aspek lainnya.
Akibat letaknya yang berdekatan dengan pusat kegiatan ekonomi,
petani yang tinggal di urban areas keadaan ekonominya lebih maju
dibandingkan dengan keadaan petani lainnya. Penduduknya memiliki
berbagai kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tambahan selain
dari hasil bertani, misalnya dengan berdagang.
Wilayah-wilayah desa di pinggiran kota pada umumnya berfungsi
sebagai hinterland atau daerah penyangga bagi daerah utamanya, yaitu
kota. Daerah penyangga berfungsi sebagai pensuplai kebutuhan pokok

seperti bahan pangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar