Di Indonesia,
penggunaan sumber daya pertanahan dapat digambarkan
secara lebih luas dalam beberapa tahap.
1. Penggunaan tanah dimulai dengan
perladangan berpindah, saat di
mana ada sejumlah tanah yang bebas
dimiliki.
dilaksanakan karena tanah bebas yang
bisa digunakan menjadi semakin
sedikit
sehingga pertanian menetap sudah mulai dikembangkan.
3. Berkembangnya pengetahuan dan
teknologi dalam bidang pertanian
yang berakibat pada penggarapan lahan
sehingga penggarapan lahan
diperlakukan secara ekstensif dan
intensif.
4. Daerah-daerah perbukitan dan pesisir
diubah menjadi daerah pertanian.
5. Keseluruhan lingkungan alami akan
berubah sebagai akibat dari
kegiatan manusia yang dianggap perlu
untuk kemajuan manusia.
Bersamaan dengan berjalannya waktu,
pertambahan penduduk
menyebabkan meningkatnya keperluan pada
sumber daya lahan. Pada
saat keinginan masyarakat melampui
sumber daya atau daya dukung
lingkungan dan teknologi yang tersedia
dalam periode tertentu, kekurangan
sumber daya alam akan muncul. Sumber
daya digunakan untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan
manusia akan pemenuhan
hidupnya. Sejalan dengan kondisi
tersebut, ketersediaan sumber daya
alam sangat penting untuk pembangunan
masa depan yang bernuansa
pembangunan berkelanjutan.
1. Struktur Keruangan Desa
Menurut Bintarto,
desa adalah hasil perpaduan antara kegiatan
sekelompok manusia dengan lingkungannya.
Perpaduan tersebut tertuang
dalam ketampakannya di permukaan Bumi
yang tidak lain bersumber
dari komponen-komponen fisiogafi,
sosial, ekonomi, politik, dan budaya
yang saling berinteraksi.
Ketampakan fisik dari
sebuah desa ditandai dengan pemukiman yang
tidak begitu padat, sarana transportasi
yang langka, penggunaan tanah
yang lebih didominasi oleh lahan
pertanian dan perkebunan. Ketampakan
sosial-budaya dicirikan dengan ikatan
tali kekeluargaan yang begitu erat di
mana paguyuban (gemeinchaft)
dengan perilaku gotong royong masyarakat
masih begitu dominan.
Karakteristik kawasan
permukiman penduduk di pedesaan ditandai
terutama oleh ketidakteraturan dalam
bentuk fisik rumah. Pola permukiman
sebuah perkampungan penduduk di pedesaan
dapat diidentifikasi dari situs
yang berada di dekatnya, misalnya
sungai. Selain itu, pola permukiman juga
bisa mengindikasikan pola mata pencarian
penduduknya.
a. Pola Perkampungan Linear atau
Memanjang
Pola permukimannya
cenderung berkelompok membentuk perkampungan
yang letaknya tidak jauh dari sumber
air, biasanya sungai. Pola
permukiman pedesaan yang masih sangat
tradisional banyak mengikuti
pola bentuk sungai, karena saat itu
sungai di samping sebagai sumber
kehidupan sehari-hari, juga berfungsi
sebagai jalur transportasi antarwilayah.
Melalui jalur transportasi sungai,
perekonomian sederhana saat itu
telah berlangsung. Kondisi seperti ini
banyak ditemui di wilayah-wilayah
kerajaan Jawa (contoh masa Majapahit)
dan Sumatra (masa Sriwijaya)
dan juga masih berkembang hingga kini di
wilayah pedesaan pedalaman,
seperti di pedalaman Siberut,
Kalimantan, dan Papua.
Saat ini pola pemukiman
wilayah pedesaan, khususnya di Pulau
Jawa dan Sumatra, sedikit banyak telah
dipengaruhi oleh keberadaan
jalan. Sehingga penempatan rumahnya pun
akan mengikuti arah jalan.
Biasanya, pola pemukiman ini banyak
tersebar pada wilayah yang memiliki
topografi datar. Sejalan dengan itu,
posisi bangunan rumah pedesaan
menghadap ke arah yang tidak teratur.
Menurut kondisi fisik bangunan,
rumah di pedesaan banyak dibangun secara
tidak permanen, terbuat dari
bahan
yang tidak sepenuhnya terbuat dari tembok.
b. Pola Perkampungan Memusat
Pola perkampungan
memusat dapat dengan mudah Anda temui
pada wilayah-wilayah dataran tinggi atau
perkampungan yang dibentuk
karena aturan adat. Penduduk yang
mendiami perkampungan ini pun
relatif tidak begitu banyak dan biasanya
dihuni secara turun temurun
oleh beberapa generasi.
c. Pola Perkampungan Desa Kota
Perumahan di tepi kota
dan permukiman dekat dengan kota membentuk
pola yang spesifik di wilayah desa kota.
Pada saat pengaruh perumahan kota
menjangkau wilayah ini, pola pemukiman
cenderung lebih teratur dari pola
sebelumnya. Hal ini sangatlah jelas,
sebagai akibat intervensi para developer
perumahan yang berada di tepi wilayah
ini. Para pengembang perumahan
telah mengantisipasi perkembangan kota,
sehingga tidaklah mustahil muncul
para calo tanah di wilayah desa kota
ini.
2. Struktur Keruangan Kota
Kota didefinisikan
sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang memiliki ciri sosial, seperti
jumlah penduduk tinggi dan strata
sosial-ekonomi yang heterogen dengan
corak yang materialistis. Berbeda
dengan desa, kota memiliki kondisi fisik
yang relatif lebih modern, seperti
kondisi sarana dan prasarana jaringan
transportasi yang kompleks, sektor
pelayanan dan industri yang lebih
dominan.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri RI Nomor 4 Tahun 1980 menyebutkan
pengertian kota ke dalam dua kategori,
yaitu kota sebagai suatu wadah
yang memiliki batasan administratif
sebagaimana diatur dalam perundangundangan
dan kota sebagai suatu lingkungan
kehidupan perkotaan yang
mempunyai ciri nonagraris, misalnya
ibukota kabupaten, ibukota kecamatan,
serta berfungsi sebagai pertumbuhan dan
permukiman.
Apabila kita cermati dari pengertian
kota tersebut, dapatlah ditarik
suatu kesimpulan bahwa kota adalah
sebuah pusat kegiatan manusia di
luar kegiatan pertanian. Misalnya,
industri, pelayanan dan jasa, perdagangan,
hiburan, dan rekreasi. Lengkapnya
berbagai fasilitas penunjang tersebut
membuat kota sebagai pusat perhatian dan
dalam aktifitasnya sehari-hari
kota terlihat sangat sibuk.
Suatu daerah kota
biasanya berasal dari sebuah desa yang berkembang.
Jumlah penduduk yang meningkat di
perkotaan kebanyakan dimungkinkan
karena dukungan berbagai faktor yang
lebih menguntungkan untuk hidup.
Perubahan pola ini, diikuti juga oleh
perubahan keruangan terutama
penggunaan tanah. Contohnya, daerah yang
dibangun secara bertahap
telah menggantikan penggunaan tanah
pertanian.
Pembatasan pengertian
kota di Indonesia umumnya didasari bahwa
kota secara alamiah merupakan sebuah
desa yang berkembang. Tidaklah
mustahil apabila Kota Jakarta pada
1960–1970-an sering dikenal sebagai
the big village.
Kenyataan ini dipacu oleh ketampakan fisik yang nyata,
karena kondisi Kota Jakarta saat itu
menunjukkan lingkungan yang
kumuh.
Kekumuhan Kota Jakarta
pada saat itu muncul karena merupakan daerah
peralihan kota menuju ke arah
modernisasi yang kemudian diikuti dengan
tingkat urbanisasi yang sangat tinggi.
Sementara itu, kesiapan pemerintah
Kota Jakarta dalam penyediaan sarana dan
prasarana kota untuk menghadapi
kaum migran masih sangat terbatas.
Kekumuhan tersebut saat ini pun masih
terus
berlangsung tetapi sudah bergeser ke daerah pinggiran.
Perubahan keruangan
dari desa menjadi kota ternyata menjadikan
sebuah fenomena menarik. Hal ini sangat
jelas terlihat di negara berkembang
dengan munculnya daerah pusat
perdagangan atau Central Business
District (CBD).
Contoh, di negara kita CBD berpenduduk sangat padat
bahkan di beberapa wilayah terkesan
sangat padat. Pemukiman penduduk
di CBD Kota Jakarta telah berlangsung
sejak 1940-an.
Abeyasekere (dalam
Koestoer) mengambarkan perjalanan Kota
Jakarta secara historis. Menurutnya,
proses imigrasi telah menyebabkan
Kota Jakarta berkembang. Kondisi ini
tentunya sangat berbeda dengan
CBD di negara maju yang umumnya
berpenduduk sedikit.
a. Tipologi Kota
Istilah kota biasanya
didasarkan atas jumlah penduduk dan fungsi
wilayahnya. Jumlah penduduk merupakan
indikator yang sangat mudah
diukur
dan memudahkan dalam pengklasifikasian.
Berdasarkan atas jumlah
penduduk, kota digolongan ke dalam beberapa
kelas, misalnya yang penduduknya
berjumlah antara 20.000–50.000
disebut kota kecil (town), yang
penduduknya berjumlah 50.000–100.000
disebut kota (city), dan yang
penduduknya berjumlah lebih dari 100.000
disebut metropolitan (metropolis).
Indikator lain yang
banyak digunakan di bidang ekonomi adalah
fungsi dominasi. Dalam hal ini,
kota-kota digolongkan berdasarkan
besarnya perdagangan, industri, dan
sebagainya.
b. Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Wilayah Kota
Pembangunan adalah
suatu proses yang dinamis. Di dalam suatu pernyataan
The World Commission on Environment and
Development (1987) merumuskan
pembangunan berkelanjutan sebagai
pembangunan yang memenuhi
kebutuhan-kebutuhan saat sekarang dengan
mem perhitungkan kemampuan
generasi-generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.
Jadi, pembangunan
berkelanjutan adalah suatu konsep pembangunan yang
memper timbangkan sumber daya langka
untuk generasi-generasi masa depan.
Konsep pembangunan seperti ini bertujuan
untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia dengan menggunakan
pengelolan sumber daya dan
lingkungan hidup. Oleh karena itu,
konsep pembangunan berkelanjutan tidak
hanya mengacu pada pemenuhan kebutuhan
manusia semata, tetapi menitikberatkan
pada perlindungan akan kelangkaan sumber
daya dan lingkungan
keruangan. Singkatnya, konsep pem
bangunan ber kelanjutan mengizinkan
manusia untuk mencapai tingkat
pemanfaatan sumber daya yang optimal
dan
sekaligus juga memelihara lingkungan untuk generasi mendatang.
Karakteristik
sosial-ekonomi dari keruangan kota adalah struktur mata pencarian
penduduknya. Di beberapa kota, masih ada
beberapa daerah yang masih
memiliki jenis pekerjaan desa karena
terdapat sejumlah rumah tangga yang masih
memiliki kesibukan dalam dunia
pertanian. Perbedaan rasio antara kedua kelompok
tersebut akan berpengaruh pada struktur
pekerjaan. Bersamaan dengan itu pula
mengalirlah arus urbanisasi ke kota yang
tak dapat ditahan.
Dalam pengembangan
wilayah, sarana transportasi merupakan
faktor yang ikut mendongkrak laju
pembangunan. Kemajuan sarana
transportasi berdampak tidak hanya bagi
perkotaan tetapi pengaruh
yang lebih besar justru berada di
pedesaan. Manfaat yang paling
terasa dengan kemajuan sarana transportasi
di pedesaan adalah kemudahan
dalam
pendistribusian hasil pertanian. Dengan demikian,
secara langsung kemajuan sarana
transportasi mempercepat pembangunan
pertanian. Tanpa fasilitas transportasi,
hampir tidak mungkin
pengembangan pertanian ekonomi bisa
terdorong. Begitu pula di
daerah perkotaan, akses yang baik dalam
transportasi perkotaan akan
mendorong pembangunan dan pengembangan
industri dan jasa. Hal
inilah yang berpengaruh langsung
terhadap pengembangan ekonomi
secara umum.
Santos pada
awalnya merumuskan generasi kota berdasarkan empat
periode dalam sejarah, yaitu sebagai
berikut.
a. Periode sebelum perdagangan dunia
(sebelum abad ke-16).
b. Periode perdagangan dunia (sejak abad
ke-16).
c. Masa revolusi industri dan
pengangkutan (sejak tahun 1850).
d. Perode masa kini (setelah tahun
1945).
Generasi suatu kota ditentukan oleh
salah satu periode tersebut di
mana kota itu dibentuk.
3. Teori Struktur Kota
Para ahli dapat
mengadakan klasifikasi kota menurut masa
pembentukkannya dalam sejarah dan berbagai
fase-fase yang telah dilalui selama
pertumbuhannya. Masa dalam sejarah
ketika kota terbentuk akan memberi
pengaruh terhadap struktur fisik dan
sosial kota tersebut nantinya. Kemudian,
fase-fase yang dilaluinya menyebabkan
munculnya bentuk-bentuk khusus, di
antaranya fungsi-fungsinya, jaringan
komunikasi dan kegiatan perencanaan.
Berdasarkan hal inilah
diadakan penggolongan kota.
a. Teori Dasar Analisis Regional
Tori dasar analisis regional didasarkan
atas pendekatan lokasi. Pola
penyebaran penggunaan lahan perkotaan
banyak dipengaruhi oleh faktorfaktor
pembentuk kota yang memungkinkan.
Salim menyebutkan bahwa
dalam mengungkapkan pola pembangunan
kota terdapat lima faktor yang berperan,
yaitu penduduk,
pertumbuhan industri, jasa, pendapatan
dan simpul-simpul aksesibilitas
terhadap aktivitas ekonomi kota. Pada
dasarnya kelima komponen ini
merupakan komponen sosial-ekonomi.
Kota dapat ditinjau
sebagai pola ruang terhadap aspek kesempatan
aktivitas sosial dan ekonomi.
b. Teori Konsentris
Teori konsentris
dikemukakan oleh Ernest W. Burgess. Menurut
Burgess, di kota Chicago terdapat lima
buah lingkaran yang konsentris.
Lingkaran-lingkaran tersebut adalah
sebagai berikut.
1) Daerah pusat perdagangan, terletak di
pusat kota di mana ada
pertokoan, perkantoran, perhotelan,
bioskop, dan gedung-gedung
bertingkat.
2) Lingkaran transisi yang melingkari
daerah pusat perdagangan. Di
sini terdapat slum atau tempat tinggal
golongan migran, kelompokkelompok
minoritas. Lingkungannya tidak sehat dan
terjadi banyak
kejahatan. Keadaan yang buruk dalam
lingkaran transisi ini tidak
disebabkan oleh penghuninya, melainkan
oleh invasi dari daerah
pusat perdagangan.
3) Lingkaran perumahan kaum buruh adalah
lingkaran konsentris yang
ketiga. Di sinilah merupakan daerah
pemukiman bagi penduduk yang
kurang mampu yang kebanyakan pindah dari
lingkaran transisi.
4) Lingkaran perumahan yang lebih baik,
di luar daerah pemukiman
kaum buruh. Ini terdiri atas rumah-rumah
yang agak lebih baik
untuk golongan menengah seperti pegawai,
pengusaha, dan
seterusnya.
Tingkat kehidupan di sini lebih tinggi dibandingkan
daerah perumahan kaum buruh. Di sini
juga terdapat pusat
pertokoan, gedung-gedung bioskop, dan
seterusnya dan juga
makin banyak gedung perumahan rumah
susun (flat).
5) Lingkaran perumahan mereka yang
pulang pergi bekerja di kota
(commuter). Daerah ini merupakan
wilayah lingkaran yang paling
luar dan memiliki dua sifat. Bagian
dalam berbatasan dengan daerah
orang-orang yang perumahannya lebih baik
sedangkan bagian luar
tidak tertentu bentuknya. Ada kota-kota
kecil yang hanya untuk
tidur, ada kota-kota satelit, dan juga
desa-desa kecil.
Pada awalnya Burgess
menganggap bahwa teori ini bisa berlaku
untuk semua kota. Kemudian, Burgess
berpendapat teori ini hanya bisa
diterapkan di kota-kota modern di
Amerika, walaupun terbuka kemungkinan
untuk bisa diterapkan di kota lain. Hal
yang sejak awal menjadi
perhatian dalam pengembangan teorinya
adalah faktor topografi dan
jalan-jalan transportasi sehingga
dianggap merupakan dua faktor yang
mengganggu pola kota ideal ini.
Contohnya, Kota Chicago terletak di
pantai danau Michigan sehingga polanya
terbelah dua.
Teori Burgess mendapat
respon dari para ahli tata ruang kota di
antaranya Homer Hoyt dan Harris and
Ullman.
c. Teori Sektor
Teori sektor oleh Hommer
Hoyt menyatakan bahwa struktur kota
bukan merupakan lingkaran-lingkaran
konsentris, melainkan berupa
sektor-sektor terpisah dari dalam ke
luar. Hoyt bertitik tolak dari anggapan
bahwa industri mengambil peranan yang
lebih penting dan cenderung
meluas
di sepanjang jalan keluar dari pusat.
d. Teori Inti Ganda
Teori inti ganda
dikemukakan oleh Harris and Ullman yang menegaskan
bahwa sesunguhnya kota seringkali
mempunyai beberapa inti dan sering pula
terletak di dekat pusat-pusat kegiatan
lain.
Pengembangan dari ketiga teori tersebut
menghasilkan keterpaduan
pola ruang Kota Chicago. Berry and Rees
telah menyusun sebuah
pola ruang mengenai kota metropolitan
Chicago yang terpadu dan
menunjukkan
penerapan dari ketiga teori yang telah disebutkan.
keren boskuh, maji alias mantap jiwa
BalasHapusStruktur Pola Keruangan Kota
BalasHapusKota didefinisikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang memiliki ciri sosial, seperti jumlah penduduk tinggi dan strata
sosialekonomi yang heterogen dengan corak yang materialistis. Berbeda
dengan desa, kota memiliki kondisi fisik yang relatif lebih modern, seperti
kondisi sarana dan prasarana jaringan transportasi yang kompleks, sektor
pelayanan dan industri yang lebih dominan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 4 Tahun 1980 menyebutkan
pengertian kota ke dalam dua kategori, yaitu kota sebagai suatu wadah
yang memiliki batasan administratif sebagaimana diatur dalam perundangundangan
dan kota sebagai suatu lingkungan kehidupan perkotaan yang
mempunyai ciri nonagraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan,
serta berfungsi sebagai pertumbuhan dan permukiman.
Apabila kita cermati dari pengertian kota tersebut, dapatlah ditarik
suatu kesimpulan bahwa kota adalah sebuah pusat kegiatan manusia di
luar kegiatan pertanian. Misalnya, industri, pelayanan dan jasa, perdagangan,
hiburan, dan rekreasi. Lengkapnya berbagai fasilitas penunjang tersebut
membuat kota sebagai pusat perhatian dan dalam aktifitasnya sehari hari.