Rabu, 07 Agustus 2013

Sistem Klasifikasi dan Tipologi Desa di Indonesia


Sistem klasifikasi dan tipologi desa merupakan cara untuk mengenal
desa-desa yang begitu banyak jumlah dan beragam bentuknya. Dengan
demikian, dapat dijelaskan secara detail setiap arah perkembangannya.
Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas
pendekatan ekosistem. Pendekatan ini, dapat diidentifikasikan adanya
sepuluh faktor yang menentukan tingkat perkembangan sebuah desa,
yaitu sebagai berikut.
a. Faktor penduduk (D–Density).
b. Faktor alam (N–Nature).
c. Faktor orbitrasi desa (U–Urban centre).
d. Faktor mata pencarian (E–Earning).
e. Faktor pendapatan desa (Y–Yield/Output).
f. Faktor adat istiadat (C–Custom).
g. Faktor kelembagaan (L).
h. Faktor pendidikan (E–Education).
i. Fakor gotong royong (Gr).
j. Faktor prasarana desa (P).

Di Indonesia, tahap-tahap perkembangan sebuah desa dapat diklasifikasikan
ke dalam kelas-kelas sebagai berikut.
a. Pra desa dicirikan adaya kelompok-kelompok masyarakat yang belum
menetap pada suatu lokasi yang disebut desa.
b. Desa swadaya atau disebut juga desa tradisional.
c. Desa swakarya atau disebut juga desa transisi.
d. Desa swasembada atau disebut juga desa maju atau berkembang.

Bintarto mengklasifikasikan perkembangan sebuah desa ke dalam
tiga tahapan, yaitu sebagai berikut.
a. Desa terbelakang (under developed village).
b. Desa yang sedang berkembang (developing village).
c. Desa maju (developed village).

Ketersediaan sumber daya alam dan kemampuan sumber daya manusia
yang handal sebagai pengelola akan turut serta dalam mempe ngaruhi
perkembangan sebuah desa.
a. Desa Swadaya
Desa Swadaya, yaitu desa yang dicirikan dengan hal-hal berikut.
1) Sifatnya masih tradisional, di mana adat istiadatnya masih sangat
mengikat dan dijadikan panutan dalam seluruh aspek kehidupan.
2) Hubungan antarmanusia sangat erat.
3) Pengawasan sosial didasarkan atas kekeluargaan.
4) Mata pencarian penduduk pada sektor primer.
5) Tingkat teknologi masih sederhana sehingga produktivitas hasil
rendah disertai pula dengan keadaan prasarana desa yang masih
langka dan sederhana.
Sesuai dengan tingkat perkembangannya, di desa swadaya terdapat
norma-norma kehidupan dari masyarakatnya itu sendiri, yaitu sebagai
berikut.
1) Mata pencarian penduduk terutama di sektor primer, yaitu sebagian besar
penduduk hidup dari pertanian, nelayan, peternakan, dan hasil hutan.
2) Yield/output desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang
dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, kerajian atau industri kecil, jasa dan perdagangan
pada umumnya masih rendah. Dengan kata lain, hasil
produksinya rendah.
3) Adat istiadat dan kepercayaan pada umumnya masih mengikat.
4) Kelembagaan dan pemerintahan desa masih sederhana, baik tugas
maupun fungsinya.
5) Pendidikan dan keterampilan masih sangat rendah, kurang dari 30%
penduduk yang tamat sekolah dasar.
6) Swadaya gotong royong masyarakat masih latent artinya pelaksanaan
dan cara kerja dalam pembangunan masih berdasarkan intruksi dari
atasan, belum tumbuh adanya rasa kesadaran dan tanggung jawab
dari masyarakat.
7) Prasarana desa yang masih sangat terbatas.

b. Desa Swakarya
Desa Swakarya, yaitu desa yang setingkat lebih maju dari desa
swadaya, di mana adat istiadat masyarakat desa sedang mengalami transisi.
Pengaruh dari luar sudah mulai masuk ke desa. Hal ini mengakibatkan
berubahnya cara berpikir dan bertambahnya lapangan kerja di desa,
sehingga mata pencarian penduduk sudah mulai berkembang dari
sektor primer ke sektor sekunder. Produktivitas mulai meningkat yang
diimbangi dengan bertambahnya prasarana desa.
Norma-norma yang melekat pada desa swakarya adalah sebagai
berikut.
1) Mata pencarian penduduk di sektor sekunder, yaitu mulai bergerak
di bidang kerajinan dan industri kecil, seperti pengolahan hasil,
pengawetan bahan makanan, dan sebagainya.
2) Yield/Output desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang
dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, kerajinan dan industri kecil, perdagangan
dan jasa berada pada tingkat sedang.
3) Adat istiadat dan kepercayaan penduduk berada pada tingkat transisi.
4) Kelembagaan dan pemerintahan desa mulai berkembang, baik tugas
maupun fungsinya.
5) Pendidikan dan keterampilan penduduk pada tingkat sedang
30–60% telah menamatkan pendidikan sekolah dasar.
6) Swadaya gotong royong masyarakat sudah mengalami transisi, artinya
pelaksanaan dan cara gotong royong telah mulai efektif dan tumbuh
adanya rasa kesadaran serta tanggung jawab dari masyarakat itu sendiri.
7) Prasarana pada tingkat sedang mulai memadai, baik kuantitas maupun
kualitasnya.

c. Desa Swasembada (Desa Berkembang)
Desa Swasembada, yaitu desa yang setingkat lebih maju dari desa
swakarya, di mana adat istiadat masyarakat sudah tidak mengikat. Begitu
pula dengan hubungan antarmanusia yang sudah bersifat rasional. Mata
pencarian penduduk sudah beragam dan bergerak ke sektor tertier.
Teknologi baru sudah benar-benar dimanfaatkan di bidang pertanian
sehingga produktivitasnya tinggi yang diimbangi dengan prasarana desa
yang cukup.
Norma-norma yang melekat di desa swasembada adalah sebagai
berikut.
1) Mata pencarian di sektor tersier, yaitu sebagian besar penduduk
bergerak di bidang perdagangan dan jasa.
2) Yield/Output desa, yaitu jumlah dari seluruh produksi desa yang
dinyatakan dalam nilai rupiah di bidang pertanian, perkebunan,
peternakan, perikanan, kerajinan atau industri kecil, perdagangan
dan jasa sudah tinggi.
3) Adat istiadat dan kepercayaan penduduk sudah tidak mengikat lagi.
4) Kelembagaan dan pemerintahan desa sudah efektif baik dalam tugas
dan fungsinya. Pembangunan pedesaan sudah direncanakan dengan
sebaik-baiknya.
5) Pendidikan dan keterampilan penduduk tingkatnya sudah tinggi,
lebih dari 60% penduduk telah menamatkan sekolah dasar.
6) Swadaya atau gotong royong masyarakat sudah manifest, artinya
pelaksanaan dan cara kerja gotong royong berdasarkan musyawarah
atau mufakat antara warga masyarakat dengan penuh rasa kesadaran
dan tanggung jawab yang selaras dengan norma-norma perkembangan
atau kemajuan zaman.
7) Prasarana produksi, perhubungan, pemasaran dan sosial cukup memadai,

serta hubungan dengan kota-kota sekitarnya berjalan lancar.

2 komentar:

  1. untuk mengukur nilai prasarana dalam desa dan faktor alam ketentuannya gimana?tks mohon dibalas kak :)

    BalasHapus